supermie

Pada awal penulisan niatnya review supermie rasa sop buntut, tapi entah mengapa endingnya jadi curhat. Di hari jum’at yang insyaalah dilimpahi barokah oleh Allah SWT, saya akan sharing tentang makanan saya di sore hari ini, yaitu supermi rasa sop buntut sapi. Banyak limpahan rahmat yang diberikan Allah kepada hambanya, salah satu yang saya rasakan adalah biaya listrik kosan yang hanya 13.500 rupiah untuk 2 bulan, benar untuk dua bulan kemarin per kepala di kosan saya hanya harus membayar sebesar itu di hari ini. Alhamdulillah uang di kantong masih melebihi jumlah itu sehingga saya masih bisa makan untuk sekitar 2 hari.

Rencananya sih hari ini saya mau pulang, tetapi karena di hari senin besok yang notabene minggu tenang digunakan untuk uas salah satu makul yang saya ambil, saya putuskan untuk menunda kepulangan. Kembali ke topik awal. Setelah membayar listrik, saya dapati uang di saku masih sekitar 12.500 rupiah. Bila makan sehari dua kali dikalikan 5.000 rupiah per porsinya, berarti hanya cukup untuk makan 1,25 hari yang mengharuskan saya memutar otak untuk mencukupkan uang tersebut hingga saya bertemu teman yang akan membayar hutang kepada saya, yang insyaallah jatuh pada hari senin.

Saya putuskan pergi ke toko swalayan di samping kosan untuk membeli roti tawar dan mie instan. Setelah mendapat roti seharga 8.000 yang insyaallah bisa untuk 2 hari, saya pun menuju etalase mie instan dan langsung dihadapkan dengan pelbagai varian merk dan rasa. Setelah menimang-minang , saya memutuskan membeli supermi rasa sop buntut dan bergegas ke kasir untuk membayar barang tersebut. Singkat kata saya sudah di kosan untuk segera memasak sebungkus mie instan dengan harapan dapat mengusir rasa lapar yang menghantui.

Kompor tak ada rice cooker pun tak punya. Padahal benda tersebut vital untuk merebus mie instan. Tak kehabisan akal, saya pinjam pemanas air milik teman kamar sebelah untuk merebus air yang nantinya digunakan untuk mematangkan mie instan tadi. Saya ambil kotak bekal makanan kesayangan saya untuk menyiapkan bumbu sembari menunggu air mendidih. Mie instan saya hancurkan sedemikian rupa sehingga muat ke kotak bekal berukuran 11x9cm tersebut. Saya menunggu air mendidih sambil sekali dua memakan roti tawar.

Akhirnya air pun mendidih dan segera saya tuangkan air ke kotak bekal tadi dan menutupnya dengan rapat agar panasnya tidak mudah keluar. Saya kembali menghadap ponsel pintar menunggu mie tersebut matang. Waktu yang dijanjikan telah tiba, saya buka penutup kotak dengan perasaan gembira, membiarkan aroma sop buntut menyeruak memenuhi kamar kos yang sempit ini. Segera saya arahkan garpu dengan penuh semangat ke arah mie instan yang telah mengembang. Tentu rasa dari mie yang dimasak menggunakan air panas di wadah plastik berbeda dari mie yang dimasak dengan cara konvensional. Tekstur mie menjadi seperti gabus. Namun hal itu tidak menjadi masalah, belum sampai semenit mie sudah habis dan menyisakan kuah kuning bening dalam kotak makan.

Iseng saja, saya mencoba mencelupkan sepotong roti tawar ke kuah mie dan memakannya. Karena rasanya tidak seperti yang saya harapkan, tanpa babibu saya tengguk kuah mie hingga ludes. Alhamdulillah, perut sudah kenyang dan saya lanjutkan meminum pil dari puslakes karena saya sedang sakit. Roti tawar pun masih tersisa banyak dan semoga dapat bertahan untuk dua hari ke depan : )